18 Februari 2018

Tanjakan Emen Ada Apa ? Misteri!!!!


ditulis : Wartawan Senior.

Katakan Emen atau

2 Batang Rokok


Subang( Majalahmahardika.com).- Kalau kita dari Bandung jalan-jalan ke pemandian air panas Ciater di utara Lembang atau ke Subang melalui jalur jalan raya Ciater, berkendaraan mobil, pasti kita akan melewati jalan menurun atau menanjak kalau dari arah sebaliknya, yang dikenal sebagai
"Tanjakan Emen". Banyak kejadian atau kecelakaan lalulitas yang terjadi di Tanjakan Emen, dan kecelakaan tsb sering dikait-kaitkan dgn legenda "mang Emen" yg konon katanya menguasai tanjakan yg berjumlah tiga tingkatan tsb. Munurut kepercayaan masyarakat setempat, setiap supir yg kendaraannya pas sedang melewati tanjakan tsb, disarankan untuk menyebut nama "Emen", bahkan ada yg menganjurkan agar sebaiknya sambil melemparkan sebatang atau 2 batang rokok, katanya. Jika tidak, arwah Emen akan marah dan bisa menyebabkan kecelakaan fatal, seperti akibat rem blong, terperosok ke tepi jalan, tabrakan, dll.

 Benarkah demikian? Siapakah Emen itu? Benarkah ia mati karena kecelakaan di tanjakan tsb dan arwahnya gentayangan mengganggu laulintas di tanjakan antara Tangkubanparahu-Ciater itu?

Dari ngobrol barusan dengan abah Nana yg asli putera Sagalaherang -kecamatan yg bersebelahan dgn Kecamatan Ciater - sy baru engeuh ttg sejarah Emen. Menurut cerita abah, Emen bisa dikategorikan sebagai pahlawan, karena ia gugur dibunuh "gerombolan" DI/ TII dengan cara dibakar di dalam bus di suatu titik di jalan raya yang sekarang dikenal sebagai Tanjakan Emen.

Cerita agak lengkapnya begini: Emen adalah seorang supir angkutan umum bus, nama perusahaan bus tsb adalah "Bunga", jalur Subang - Bandung pd akhir tahun 1950an- awal 1960an. Nah, rupanya Emen ini selain menyupiri bus, jg menjadi mata-mata atau informan utk pihak tentara (TNI). Emen diam-diam jg sering ketitipan makanan dari markas tentara atau dari rakyat untuk para tentara yg sdg berpatroli atau menjaga keamanan kampung2 dan ruas jalan raya tsb dari serbuan DI/TII. Nah, suatu saat rupanya ada yg membocorkan "pekerjaan" sambilan Emen selain yg utama sebagai supir bus atar kota tsb, kepada DI/TII (di Sunda dikenal dgn nama "gerombolan"). Maka pd suatu kesempatan, gerombolan berhasil menyabot bus Emen, semua penumpang diturunkan, dan Emen dibiarkan di dalam bus tsb sendirian, lalu bus tsb dengan Emen di dalamnya dibakar oleh gerombolan. Emen pun wafat menjadi abu bersama bus yg biasa disupirinya itu.

Demikian cerita yg sebenarnya menurut abah Nana dari ayahnya yg seorang tentara dgn jabatan waktu itu,"paprada"  (penguasa perang daerah) dgn pangkat terakhir mayor (wafat thn 2013 dlm usia 86 thn). Jadi, Emen tidak mati karena kecelakaan lalu arwahnya gentayangan dan suka mengganggu kendaraan yg lalu-lalang di tanjakan tsb. Malah sebaliknya, dari sisi Pemerintah, Emen bisa dibilang meninggal ketika sedang menjalankan tugas, setidaknya tugas utk keluarga dan utk Tentara Nasional Indonesia (TNI) pd waktu itu.

Jadi sy memang suka mengikuti anjuran utk menyebut nama "Emen" ketika melewati tanjakan tsb, semata-mata untuk mengenang beliau yg dlm konteks perjuangan, sekecil apa pun patut dihargai. Soal anjuran melempar rokok? Sy tak pernah melakukannya, krn sy bukan perokok. Lagi pula, itu mungkin cerita tambahan krn Emen mungkin merokok (semacam mengenang hobinya) atau akal-akalan perokok di jalur jalan raya tsb, supaya sering mendapat sebatang-dua batang rokok gratisan.

Hidup Emen!

(Yan Daryono)





Tidak ada komentar: